Anak Tukang Becak yang Menjadi Delagasi di International Youth Leaders

Ahmad Muafi yang akrab disapa Afi adalah mahasiswa fakultas kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Latar belakangnya yang berasal dari keluarga sederhana dengan sorang ayah yang berprofesi sebagai tukang becak dan ibu yang tidak bekerja tak membuat Afi minder.

Afi mampu tampil percaya diri dan terbuka. Buktinya, sejak SMA Afi sering mengikuti lomba dan tak jarang menjuarainya. Beberapa waktu yang lalu, Afi memenangi Juara 3 lomba debat di Universitas Hasanuddin Makassar dan terpilih menjadi Delegasi dalam International Youth Leader 2019 ke Malaysia dan Brunei Darussalam. Prestasi yang mengantarkannya sebagai The 1st Young Leader of The Month.

Ke depan Afi ingin terus produktif dan memperbaiki diri dalam karya di dunia keilmiahan. Ia ingin menjemput mimpi besarnya, Membangun Sekolah khusus bagi siswa yang tidak mampu. Sungguh cita-cita yang mulia.

Firman Siregar dan Gaji Pertamanya

Firman Siregar adalah seorang pemuda yang sejak TK selalu berprestasi. Firman menjadi juara ketika mengikuti berbagai lomba. Juara umum di sekolah, predikat mahasiswa teladan, dan gelar-gelar lain berhasil disabetnya. Sampai suatu ketika langkahnya harus terhenti. Firman ingin kuliah tapi dikarenakan kondisi ekonomi, Firman hanya punya dua pilihan. Kedinasan atau Beasiswa. Dia mencoba keduanya lalu UGM, UI, UNJA, IPDN, dan STIS kompak menolaknya.

Hidup Firman belum berakhir. Firman mengambil pilihan ketiganya. Bekerja. Firman kemudian melamar sebuah pekerjaan. Dia mengirimkan lamaran ke distro atau toko pakaian di Jambi. Alhamdulillah, Firman si pelajar pintar kini menjadi seorang karyawan distro bergaji 1,7 juta per bulan. Di tengah semua itu Firman tetap mengejar mimpinya sampai pada suatu titik sebuah kabar baik tiba. “Firman Siregar berhasil diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB”. Gaji pertamanya pun cair. Itulah bekal Firman berkuliah ke kota hujan.

Ongkosnya dari Allah

Bagi seorang Dinda Shezaria, menjadi seorang mahasiswi di Universitas Indonesia adalah sebuah keajaiban. Tidak mudah untuk menuju ke sana. Tak mudah dalam segala arti, termasuk untuk pergi ke ibu kota karena dua hari sebelum daftar ulang ke UI, Dinda masih belum punya cukup uang untuk berangkat.

Sejak ayahnya meninggal saat Dinda berusia enam tahun membuat hidup keluarganya mulai jatuh bangun. Ibunya bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dinda tak tega. Dinda terus berfikir untuk membantu, membantu, dan membantu tapi ia tak boleh putus sekolah. Akhirnya Dinda memutuskan bahwa prestasi adalah jalur yang akan dia tempuh untuk meringankan beban sang ibu.

Anugerah Allah memang selalu indah. Alhamdulillah sejak Dinda menempuh pendidikan tingkat MTs, beasiswa untuk siswa berprestasi sangat membantu, hingga tingkat SMA Dinda mendapatkan full scholarship boarding school di SMA Unggulan Chairul Tanjung Foundation. Sekolah gratis untuk anak berprestasi tetapi berasal dari keluarga kurang mampu di Sumatera Utara. Tak mudah untuk mendapatkannya. Ada berbagai ujian harus dilalui dengan ribuan pesaing tapi Dinda selalu yakin atas nasihat ibunya bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan seseorang, sebelum ia yang berusaha untuk berubah. Dan Dinda sudah membuktikannya.

Dinda ingin membuktikannya lagi. Saat Dinda Tak memiliki cukup uang untuk keberangkatan ke UI, Dinda memberikan sebagian uang yang ada untuk seorang lelaki tua di jalanan kemudian dengan Izin Allah , salah seorang guru MTs-nya memberikan uang kepada Dinda untuk keberangkatannya.

Hari ini Dinda Shezaria sudah menjadi mahasiswi Biologi, FMIPA UI. Tahun lalu Dinda mengikuti proses seleksi yang mengantarkannya menjadi bagian dari Rumah Kepemimpinan, institusi yang telah melahirkan pemimpin-pemimpin muda yang berkontribusi bagi Indonesia.

Dinda memiliki mimpi baru yang terus dia perjuangkan yaitu menjadi Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat di Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Dinda tak sendiri, bersama 300 pemuda-pemudi lainnya di Rumah Kepemimpinan, mereka ditempa agar dapat #ambilbagian dalam upaya menjadikan Indonesia lebih baik

Usep Kini Sudah Menjadi Duta

Menjadi seorang Diplomat RI adalah cita-cita yang dikejar oleh seorang pemuda pejuang bernama Usep. Dia kini sedang menapaki satu demi satu anak tangga menuju impiannya itu. dan tentu saja setiap anak tangga tak bisa dilewati begitu saja. Butuh kegigihan, kerja keras, konsistensi dan pengorbanan dalam memperjuangkannya.

Saat ini Usep sudah menjadi duta di level regional. Dia terpilih menjadi Duta genre pendidikan 2018 Kabupaten Bandung. Satu anak tangga berhasil dilewatinya setelah sebelumnya berjuang agar tidak putus sekolah dan diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Universitas Padjadjaran.

Usep Mulyadi, Alumni SMAN 1 Cisarua yang telah menjadi mahasiswa berprestasi di jurusan HI Unpad sekali lagi membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah hambatan bagi orang-orang yang selalu berjuang

Kuliah memang tak selalu mudah apalagi bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial. hanya sedikit orang yang memiliki mental pejuang yang menjadikan keterbatasan sebagai sebuah tantangan yang memicu motivasi dari hati terdalam untuk kemudian melewatinya.


Sekarang Usep dan 305 orang pejuang lainnya sedang berupaya meniti setiap anak tangga cita-cita agar kelak bisa #ambilbagian dalam upaya menjadikan bangsa ini menjadi lebih baik

Anak Petani yang Bercita-Cita Menjadi Gubernur Jambi

Onal Putra adalah seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang spesial. Bukan hanya karena prestasi akademik maupun non-akademiknya akan tetapi karena perjuangan dibalik itu semua. Jauh sebelum Onal tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik UI pada tahun 2016, Onal terancam putus sekolah. Jangankan kuliah, sekolah di SMA impian pun hampir tidak tercapai karena kondisi ekonomi.

Tapi Onal tidak menyerah. Perjuangan terus menjadi bagian dalam hidupnya hingga keajaiban datang. Onal berhasil masuk ke SMA yang diimpikannya, SMA Titian Teras dengan gratis karena dibiayai Pemprov Jambi. Onal yang merupakan anak seorang petani kini sudah berkuliah, meneruskan perjuangannya merangkai cita-cita menjadi Gubernur Jambi sebagai bentuk dedikasi dan bakti terhadap orang-orang baik yang telah membantu dan mendukungnya.

Sekarang Onal sedang meniti perjuangan untuk #AmbilBagiandalam upaya berbakti pada negeri. Onal tidak sendirian karena bersamanya ada 304 orang lainnya yang juga sedang dibina untuk mencapai cita-citanya di Rumah Kepemimpinan. Kami mengajak anda #AmbilBagian dalam perjuangan mereka dan menjadi bagian dari upaya perbaikan bangsa ini.

bit.ly/ambilbagian

InsyaAllah setiap donasi yang diberikan akan menjadi ikhtiar membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Saya atau adik saya yang putus sekolah

Fran Jaya, seorang mahasiswa Biologi, Universitas Sumatra Utara, tahun 2019 ini berhasil menjuarai lomba karya tulis ilmiah nasional. Fran adalah salah satu mahasiswa berprestasi yang kini menjadi peserta Rumah Kepemimpinan Medan.

Tapi siapa sangka di tengah semua prestasinya itu, Fran telah mengalami perjalanan yang panjang. Fran gagal di seleksi masuk PTN setelah Lulus SMA. Dia tak menyerah, tahun berikutnya Fran mengikuti seleksi lagi. Dia berhasil diterima di Universitas Riau akan tetapi tak berhasil kuliah karena kondisi ekonomi yang sulit. Fran tetap tak menyerah dia kembali belajar sekaligus bekerja. 


Belajar dan bekerja, dua hal yang terus Fran lakukan sejak SMP agar dia tetap bisa bersekolah. Di masa SMPnya itu, Fran haru menjual jamu gerobak setiap malam sampai jam empat pagi. Kondisi Ekonomi Fran semakin memburuk ketika Fran menginjak kelas dua SMA. Pada saat itu, Adik Fran sudah harus masuk SMA. Keluarganya tidak bisa menyekolahkan keduanya bersamaan hingga akhirnya Fran dihadapkan pada dua pilihan, Dirinya atau adiknya yang putus sekolah.

Fran memutuskan agar mereka berdua harus tetap sekolah. Konsekuensinya Fran harus bekerja lebih keras. Fran berjualan nasi setiap pagi di sekolah , bekerja di tempat jahit sepulang sekolah, dan mengajar les private di malam harinya. Usaha kerasnya berhasil, Fran Lulus dan di ksli ketiga Fran mengikuti seleksi PTN, dia diterima di USU dan berhasil melanjutkan mimpi-mimpinya.

Richad Ade Sastra – Sang Penantang Keterbatasan

Richad, tidak cukup hanya melewati ujian seleksi masuk untuk mendapatkan pendidikan tinggi di Universitas Airlangga, Surabaya. Richad pun harus menembus batasan dirinya untuk melewati berbagai ujian hidup yang dihadapinya

Kondisi keluarga yang mengalami keguncangan besar baik dari segi interaksi maupun ekonomi bahkan membuat Richad terancam putus sekolah sejak SMP. Tentu, banyak orang yang pernah mengalami hal seperti itu, akan tetapi hanya sedikit dari mereka yang memiliki mental untuk terus berjuang meraih impian yang kelak akan membuatnya bermanfaat bagi banyak orang. Richad adalah satu dari sedikit orang itu

Di penghujung masa SMA, Richad meneruskan perjuangannya dan bersikeras untuk tetap bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri. Richad menjalani hidup sebagai pelayan di warung kopi kecil, karyawan kontrak industri terdekat, mengajar les hingga menjadi pembantu servis pendingin untuk mewujudkan impiannya tersebut

Kini, Richad adalah seorang mahasiswa kebanggaan Universitas Airlangga. Dia masih sebagaimana dahulu, tetap berjuang menembus batas. Menjadi Direktur Pertamina adalah impian yang kini diperjuangkannya.

Bersamanya, ada 319 peserta yang turut dibina dalam program beasiswa Pemimpin Indonesia Rumah Kepemimpinan, menggapai mimpi, menembus batas seperti sosok inspiratif Richard

EMCEKAQU: Sebuah Pejalanan Cinta untuk Banten (Part 2)

Ainna Fisabila

Hari kelima

Hari yang ditunggu tiba. Kami telah merencanakan untuk melakukan pemicuan

semenjak bulan agustus 2016 lalu. Hal ini harus tertunda karena kesiapan tim emcekaqu dan tim sanitarian kecamatan yang belum matang. Pemicuan ini bertujuan meningkatkan awareness masyarakat melalui simulasi agar sadar bahwa lingkungan mereka sangat kotor dan jorok. Kami sangat excited namun juga sangat gugup karena momentum ini sangat krusial, apakah masyarakat terpicu atau tidak terpicu. Pemicuan ini dilakukan di rumah Pak Carik setelah sholat jumat. Sebelumnya sempat terjadi salah paham diantara warga. Kami bilang bahwa ada sosialisasi kesehatan, saat majlis ta’lim pagi harinya dan juga setelah sholat jumat, tetapi warga menangkap akan ada pengobatan gratis. Maka awalnya, saya sudah bahagia melihat cukup banyak masyarakat berkumpul di depan rumah kepala kampong akhirnya sedikit-sedikit bubar karena kecewa. Saya

jadi ikutan kecewa, kok malah pulang, pak, bu? Namun walaupun sepi pemicuan ini tetap harus dilakukan karena sudah ada masyarakat yang berkumpul.

Maka saya selaku ketua Tim Emcekaqu memulai acara tersebut dengan Bahasa sunda yang patah-patah. Saya memang etnis sunda 100% namun sunda banten dan sunda jawa barat cukup berbeda karena penggunaan Bahasa sunda halus dan kasar. Saya menjelaskan mengenai program ini secara singkat setelah itu memutarkan video mengenai STBM itu sendiri. Masyarakat yang jarang melihat infocus terlihat cukup antusias, namun cepat kehilangan focus karena tidak terlalu mengerti Bahasa Indonesia. Saat tim sanitarian sudah datang, dimulailah simulasi tersebut. Namun, kembali lagi kami harus kecewa karena ternyata simulasi hanya diadakan di dalam ruangan dan lebih banyak penjelasan bukan praktik. Padahal, seharusnya simulasi lebih banyak praktik yang melibatkan

masyarakat sehingga mereka merasa terpicu. Kami sudah putus asa mengenai pemicuan yang menurut kami kurang ngena itu, namun ternyata ada orang yang buka suara. Beliau mencoba menanggapi mengenai pemicuan tersebut. Saya yang hanya mengerti percakapan sekitar 50% karena total dikatakan dengan Bahasa sunda banten. Walau begitu saya mengerjap-ngerjap bahagia, ternyata beliau memberikan respon positif! Senang bukan main! Akhirnya ada yang terpicu, alhamdulillah. Semoga ini merupakan awalan yang baik. Setelah pemicuan kami melakukan tradisi masyarakat Pandeglang setelah melakukan pertemuan warga, yaitu babacakan. Babacakan merupakan makan bersama seperti ngaliwet kalo bagi orang sunda. Setelah itu kami pulang ke rumah dan melakukan evaluasi mengenai kegiatan tadi. Kami berkesimpulan sama, kami kecewa terhadap tim sanitarian! Semoga ini menjadi bahan eveluasi kami agar mengundang tim yang lebih professional agar target kami tercapai.

Hari Keenam

Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya, hari ini kami akan mulai memproduksi

contoh rengginang dan camilan tradisional lainnya bersama ibu-ibu kader posyandu. Kami mulai memasak beras ketan semenjak jam 6 pagi. Pertama kami membuat rangginang di rumah salah satu ibu kader posyandu, lalu setelahnya kami pindah ke rumah ibu bidan. Kami membuat rangginang sebanyak 8 rasa dan juga keripik pisang 4 rasa. Produk ini tidak kami produksi massal langsung karena akan kami evaluasi rasa, teknik pembuatan serta kemasannya. Ada sekitar 6 orang ibu-ibu yang terlibat dalam keiatan hari ini. Mereka sangat senang ketika tahu bahwa hasil karya mereka akan dipasarkan di Jakarta. Padahal kami yang ketar-ketir, ini beneran ada yang mau beli gak ya? Bismillah aja, niat baik insya allah dimudahkan.

Kami memberikan pengarahan kepada ibu-ibu mengenai ukuran produk, takaran bumbu dan lain sebagainya. Mereka terlihat antusias, cukup terkaget-kaget dengan ide kami dengan membuat keripik pisang diberikan bumbu bermacam-macam. Pisangnya berasal dari salah satu ibu-ibu sebanyak 3 sisir. Jadinya cukup banyak juga.

Saat bekerja bersama ibu-ibu saya merasakan betul mengenai pengalaman saling belajar. Bagaimana kami baru tahu tentang membuat keripik pisang, ibu-ibu juga baru tahu bahwa keripik pisang bisa ditambahkan berbagi macam rasa untuk membuat lebih enak atau bahkan menjadi nilai tambah untuk dijual. Selain memberikan resep, kami juga memberikan contoh package yang akan dipakai untuk produk trsebut. Walau masih ada beberapa revisi, namun membawa dummy-nya saja sudah membuat mereka yakin kepada kami.

Andini : Membawa Pulang ‘Hadiah Kecil’ dari Negeri Dua Benua

Pada tanggal 22-25 September 2017, Andini Ika Saskia, mahasiwa Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang juga merupakan peserta Rumah Kepemimpinan Regional 1 Jakarta mendapatkan kesempatan untuk dapat menjadi salah satu delegasi dalam Youth Education and Entrepreneur Summit (YESS) 2017 yang diselenggarakan di Istanbul, Turki. Konferensi yang melibatkan  mahasiswa dari berbagai universitas di dunia ini mengusung tema yakni “Empowering Self and Community Potential into World Collaboration of Education and Entrepreneurship”.

Dalam konferensi ini juga diundang nama-nama besar seperti Yavuz Fettahoğlu, Presiden dari GENC MUSIAD, yang merupakan asosiasi pebisnis terbesar dan terkemuka di Turki sebagai keynote speech pembuka. Nama-nama lain yang juga merupakan wajah pemuda berprestasi, seperti penerima fellowship YSEALI dan founder beberapa NGO juga tidak luput dari deretan pembicara yang menambah semangat kontribusi para pesertanya.

Konferensi yang berlangsung selama empat hari ini juga membentuk para delegasi menjadi kelompok-kelompok yang tergabung kedalam Focus Group Discussion. Melalui FGD ini diharapkan dapat menambah kekompakan antar delegasi dan menjadi ajang untuk melatih <em>leadership skill</em> serta kemampuan memecahkan masalah. Karena melalui FGD ini setiap kelompok harus mendiskusikan inovasi bersama terkait tema yang diusung untuk kemudian di presentasikan.

Andini, yang tergabung dalam cluster NGO dan memiliki ketertarikan dalam dunia pemberdayaan masyarakat berharap, melalui acara ini, dirinya mendapatkan banyak insight baru dari pembicara maupun peserta yang memang sudah terjun langsung di dunia NGO. Sehingga semangat inilah yang pada akhirnya membuat Andini bertekad untuk benar-benar bisa memaksimalkan setiap rangkaian kegiatan yang dilaluinya. Hingga kesungguh-sugguhannya ini mengantarkan dirinya menjadi salah satu kontributor ide dan dipercaya sebagai perwakilan presentan dalam presentasi FGD.

Hingga pada suatu petang, di tanggal 25 September, acara ditutup diatas sebuah kapal pesiar. Diatas kapal yang masih melaju membelah selat yang menyimpan sejuta kisah perjuangan penaklukan Konstatinopel, Selat Bosphorus, terdapat do’a yang di panjatkan Andini dalam sujud terakhirnya kala itu. Do’a yang sama ketika dirinya memeluk kedua orangtuanya saat berpisah di bandara pada malam keberangkatan. Do’a sederhana untuk  Allah izinkan agar dirinya dapat memberikan ‘hadiah kecil’ untuk orangtuanya saat pulang nanti ternyata dikabulkan melalui cara yang tak disangka. Do’a yang mengantarkan dirinya mendapatkan predikat Best Participant dalam acara ini.

Antara bersyukur dan tidak percaya menjadi perasaan yang campur adukmemenuhi rongga dadanya. Andini yakin, segala pencapaian ini adalah kolaborasi antara do’a dan ikhtiar terbaik yang bertemu dengan momentum dari Allah yang Maha Baik. Maka sejak saat itu pula Andini belajar banyak hal tentang kekuatan do’a dan kesungguh-sungguhan. Untukmu sang pemimpi, maka teruslah bermimpi dan sertakan Allah dalam setiap mimpimu!

Inspirasi dari Yunaz Karaman, Penulis Buku Anak Pemilik Perpustakaan Keliling “Prasojo”

“Satu peluru dapat menembus satu kepala, satu tulisan dapat menembus jutaan kepala”, kata orang bijak. Nampaknya kata-kata itu menjadi penyemangat bagi Yunaz, salah satu peserta Rumah Kepemimpinan Surabaya yang saat ini tengah menjalani studi di Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga.

Yunaz Ali Akbar Karaman, yang akrab disapa Yunaz, adalah seorang aktivis yang tak dapat dipisahkan dari aktivitas menulis. Ia yang masih mengemban amanah sebagai Ketua Mahagana (Mahasiswa Tanggap Bencana) Unair, juga baru saja menerima amanah baru sebagai Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FIB Unair 2018. Tak hanya itu, ia juga aktif dakam komunitas Subcyclist Surabaya (komunitas sepeda). “buat olahraga sekaligus “nganu” Perpustakaan Prasojoku, mas”, ungkap Yunaz. FYI (for your information) gaes, Yunaz adalah pecinta sepeda ontel, yang kini memanfaatkan sepeda sebagai sarana menngerakkan literasi, melalui perpustakaan sepeda yang ia namai “Prasojo”. Hobinya menulis, ditunjang dengan semangat menyebarkan semangat membaca.

Soal hobinya menulis, Yunaz menyampaikan bahwa kebiasaan itu ia mulai ketika kelas XII (SMA). Berdasarkan penuturannya, saat itu ia menjadi Tim penulis buku untuk komunitas pecinta alam sma, lalu lanjut ketika masuk kuliah. Bahkan ia merasa ketagihan untuk terus menulis. Ia pun merasa tak pernah kehilangan ide untuk menulis. Setiap kali membaca, ia merasa mendapatkan inspirasi-inspirasi baru untuk menulis.

“Kalau motivasi aku sering baca buku yg isinya cerita kehidupan orang, nah disana aku liat value bahwa setiap orang bisa menuliskan Kisah hidupnya untuk dibaca orang lain, sejak saat itu aku mulai nulis dan aku coba share ke khayalak buat gimana respon pembaca. Selain itu Menulis ini juga pekerjaan untuk keabadian. Banyak tokoh besar yang kini dikenang karena ide yang ia tuliskan dalam bukunya”, ungkapnya.

Ia pun menyampaikan bahwa diantara motiasi besarnya adalah Keluarga. Ia menyampaikan bahwa ketika ia dapat menerbitkan buku atau tulisan yang dimuat, yang pertama ia kabari adalah Keluarga, terutama Ibu dan Kakak. “Melihat mereka semua senang, bahagia karena tulisan atau karya saya itu sebuah kebanggaan tersendiri buat aku yang nggk bisa aku beli dimanapun dan tidak ternilai harganya”, jelasnya.</p>Sampai saat ini, ada 5 buku yang telah Yunaz tuliskan, yang mana 1 diantaranya adalah karyanya sendiri. Berikut adalah daftar buku yang ditulis oleh Yunaz:

  • Cerita Rakyat dan Budaya Tradisi Nusantara (Bebuku Publisher: 2017)/ mandiri
  • Berbagi Cahaya (Ellunar: 2017)/ kolektif
  • Disastra (Bebuku Publisher: 2017)/ kolektif
  • Janji Seekor Tikus dan Semut (FAM PUBLISHING: 2017) / kolektif
  • Narasi Kepemimpinan Pemuda (Saga: 2017) / kolektif

Satu buku masih dalam proses, yang ia kerjakan bersama anggota mahagana Unair yaitu kumpulan dongeng dengan edukasi bencana.

Fokus tulisan Yunaz saat ini masih kepada anak-anak. Ia masih sering Menulis cerita anak (dongeng, fabel) dan juga buat ilustrasi dri cerita itu. Jika kita berfikir menulis cerita anak itu mudah, mungkin kita perlu mencoba dahulu. Menurut Yunaz, menulis cerita anak itu tidak semudah bayangan kita. “Meskipun kelihatan gampang tinggal ngarang dll, tapi dibutuhkan imajinasi yang tinggi dan juga harus bisa membahasakan apa yg ingin Kita sampaikan dgn bahasa yang mudah diterima anak”, kata Yunaz. Yunaz juga mengerjakan proyek buku bersama salah satu dosen di universitas Airlangga dengan tema cerita anak.

Ini pengingat untuk kita, yang bisa jadi penghambat kita berkarya. Menurut Yunaz, musuh terbesar dalam Menulis adalah diri sendiri dan gawai (gadget). “Malas itu yg utama. Lawannya adalah dirikita sendiri, jadi harus pinter-pinter mengelola kondisi hati dan pikiran”, tambahnya.

Kedepan, Yunaz akan tetap menulis, insyaaAllah. Buku anak tetap menjadi pilihannya (dongeng, fabel, legenda dll). Iapun berharap karyanya dapat tersebar, dan dibaca anak-anak di pelosok Negeri. Selain mengenalkan Budaya bangsa, ia juga ingin mengajak anak-anak Indonesia gemar membaca. Dengan perpustakaan kelilingnya, ia mau keliling yg lebih jauh entah kemanapun. Yang jelas, ia ingin mengajak Masyarakat untuk Membaca dimanapun mereka berada. “Sama ngajak Ibu dan Kakak berlibur jauh mas hehe”, imbuhnya.

“Lebih baik kehilanggan masa muda, dari pada masa depan”, Kata Yunaz Ali Akbar Karaman, memberikan pesan bagi para pemuda.

Tak lupa, ia menitipkan pesan kepada kita, para pemuda, untuk terus berkarya, apapun karya itu dan siapapun kita. “Jika niat telah tulus untuk berbuat kebaikan, pasti lelah kita adalah Lillah. Tapi ingat siapa kita, tak ada yg Kita miliki di dunia ini. Tak pantas Kita sombong dan berlagak punya segala. Urip Kang Prasojo lan migunani liyan, hidup sederhana dan bermanfaat bagi orang lain”, pungkasnya.

Visi yang tak biasa saya dapati darinya, semoga setiap harapnya menjadi kenyataan yang dapat menjadi amal baginya. Kita doakan agar tercapai dan terus melahirkan karya-karya besar. Serta amanah barunya dapat berjalan dengan semestinya, dengan perubahan positif yang ia torehkan. (AB)