Bumi ini telah dijadikan oleh Allah sebagai tempat yang luas untuk mengambil hikmah dari padanya. Kita pun diperintahkan untuk bertebaran di muka bumi ini, dan Allah jadikan bumi ini sebagai ladang amal untuk persiapan hidup yang lebih kekal kelak.
Kali ini, cerita inspirasi dari Dio Mukti Kuncoro, peserta RK Surabay a yang tercatat sebagai Mahasiswa Teknik Transportasi Laut FTK ITS. Selama empat bulan, 27 Februari 2018 s.d 22 Juni 2018, Dio mengikuti Chung Ang University Student Exchange Program for Spring Semester 2018. Program yang diselenggarakan oleh Chung Ang University dengan tujuan untuk saling bertukar pengalaman, baik itu studi pendidikan maupun kebudayaan.
Namun, untuk sampai pada kesempatan ini, Dio menceritakan bahwa panjang jalannya. Mulai dari kelengkapan berkas yang meliputi transkrip (diutamakan ipk >3.5), Sertif Bhs. Inggris (min. Skor 500), surat rekomendasi dari Profesor/dosen, CV, learning agreement, surat izin ortu, paspor, dan beberapa dokumen pendukung lainnya. Kemudian ada interview internal ole IO ITS yang megharuskan para calon peserta berbicara dengan bahasa inggris. Dari situlah penilaian internal pihak International Office (IO) ITS. Alhamdulillah, Dio lolos seleksi internal. “Tetapi hal tersebut tidak serta merta lolos untuk ikut program. Dan karena saya juga di tahun terakhir, pihak IO memberikan 1 syarat lagi untuk saya, yaitu harus membuat overview Final Project saya dalam bahasa Inggris. Dari seleksi tersebut kita baru dinominasikan oleh pihak ITS ke Chung Ang University utk ikut program”, jelas Dio. Akhirnya, pihak Chung Ang menentukan 300an pendaftar dari 35an negara, seluruh dunia. Dio adalah salah satunya, dari 6 peserta asal indonesia.
Diantara motivasi Dio sampai mengikuti program ini adalah pesan nabi untuk menuntut ilmu sampai negeri China, menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan sejauh-jauhnya. “sesuai dengan jurusan saya Teknik Transportasi Laut, yang selalu berbicara tentang “transportasi”, “laut”, dan “logistik”, yang notabene itu tidak terbatas pada Indonesia, tp juga seluruh dunia, maka saya ingin menimba ilmu lebih banyak lagi terkait bidang saya tersebut dan dengan mendapatkan perspektif yang berbeda. Dan sebelumnya saya juga cari informasi, bahwa Korea merupakan salah satu negara dengan sistem logistik dan transportasi laut yang bagus. Dia juga punya salah satu pelabuhan terbesar dan tercanggih di dunia, yaitu Busan Port”, ungkap Dio. Selain itu, menurut Dio ia dapat banyak belajar kepada Korea yang mengalami perkembangan lebih baik dibandingkan dengan Indonesia, padahal hari kemerdekaan kedua negara yang tak jauh berbeda. Tentunya, belajar mengenal budaya budaya di Korea. Dan yang tidak kalah penting bagi Dio, semakin belajar tentang pentingnya waktu, sistematis dan juga ketelitian.
Ketika mendapatkan informasi bahwa dirinya diterima dalam program tersebut, Dio merasakan perasaan yang campur aduk. Senang, sedih, dan khawatir katanya. Senang karena bisa diterima dan berkesempatan mengunjungi negara yang belum pernah ia kunjungi. Sedih, karena ia harus meninggalkan keluarga (khususnya orang tua), saudara dan sahabat (khususnya yang di asrama), untuk waktu yang tidak sebenta, yaitu 4 bulan. Sedih karena ia juga tak dapat mengikuti National Leadership Camp (NLC) serta wisuda Rumah Kepemimpinan. Pun, ia khawatir karena ia berangkat ke Korea dengan half-scholarship, artinya sebagian biaya harus ia tanggung sendiri. Untungnya, ia dapat beberapa sponsor yang mendukungnya dalam program tersebut. “Alhamdulillah Allah Maha Pemberi Rezeki, di detik-detik terakhir akhirnya ada beberapa instansi/perusahaan yg ngasib saya sponsor. Jadinya bersyukur banget insyaAllah biaya-biaya bakalan tercover dg itu”, ungkapnya dengan penuh syukur.
Beberapa waktu ini memang baru sedikit tempat yang ia kunjungi di Seoul seperti Myeongdong, Namdaemun, Itaewon (Seoul Mosque Centre). Bagi Dio, banyak banget pelajaran yang didapat, terutama tentang keberagaman. Arti kata “toleransi” benar-benar terasa disana. Ia juga merasakan sebagai kaum minoritas, baik dari segi agama maupun kebangsaan. “Belajar juga caranya survive/bertahan hidup di negara orang yang memiliki culture dan iklim berbeda dg perencanaan sebaik-baiknya”, jelasnya. Culture and Climate shock juga sempat ia alami, termasuk sulitnya mencari makanan halal. Makanya, ia pun mengingatkan agar kita benar-benar mempersiapkan dan merencanakan dengan baik dan menyeluruh ketika mau berangkat abroad. Persiapan winter-coat hingga persiapan sekecil buku maupun pulpen pun itu penting juga.
Tak lupa, dio berpesan untuk rekan rekan yang lain. “Teruslah bermimpi. Jangan takut bermimpi setinggi-tingginya. Karena mimpi itu yang membuat kita hidup. Tidak ada mimpi / target yang terlalu tinggi, yang ada hanya usaha kita yang kurang. Dan teruslah berbagi bahkan dari setiap hal kecil yang kita miliki. Dare to Dream, Care to Share! Innallaha ma’ana!”, pungkasnya.
Wah, lama waktu yang akan dilalui tanpa keluarga dan rekan rekan seperjuangan di asrama. Semoga sepulang dari Korea, membawa perubahan diri dan terus berbagi, menginspirasi.
Semangat, Dio!